Sunday, September 30, 2012

Sherlock The Series

Aku baru nonton series Sherlock! And I looooove it!!

I am usually not a fan of this kind of series, you know, series yang ceritanya tentang pembunuhan gini, macem CSI atau Dexter. Dan walaupun udah beberapa kali denger tentang Sherlock, tapi aku masi ga tertarik nonton. Tapiiiii kemaren nonton di Dita dan ternyata baguuuuuuus! Langsung deh ngopi season 1-2 hihihi.

Nahh, aku udah kelar nonton yang season 1 and I can't help to notice some things.

Setting waktunya beda dengan yang di novel dan filmnya, kalo Sherlock series ini mengambil London jaman modern. Dr John Watson diceritakan baru pulang dari perang di Afganishtan, sama kaya di novelnya dan sedang mencari flat murah di London. Kemudian Watson diperkenalkan dengan Holmes yang sedang bekerja di labnya. Ini yang bikin aku langsung tertarik, karena ceritanya mirip dengan yang di novel.

Lalu beberapa tokoh yang crucial, yang selalu ada di novel, film, maupun seriesnya, misalnya Mrs.Hudson dan Inspector Lestrade. Lalu ada Sarah Sawyer yang setauku di novel ga pernah ada yang namanya Sarah Sawyer. Aku taunya istrinya Dr.Watson itu Mary Morstan. Tapi aku sukaaaaaaa bangett sama Sarah Sawyer disini! Cantik, baik hati, dan pemberani! Selain itu ada Mycroft Holmes, saudara laki-lakinya Sherlock Holmes. Aku udah suka banget sama Mycroft dari waktu pertama kali baca The Bruce Partington Plan. Dan aku sih lebih suka Mycroft yang di series yah daripada yang di film hihii.

Lalu musuh bebuyutannya Holmes, Professor James Moriarty juga muncul, tapi kalau di series namanya sedikit berubah jadi Jim Moriarty. Aku lebih suka Moriarty yang di series daripada yang di film, karena yang di series jauh lebih serem. He gave chills to me bone!

Terus ada Dr.John Watson, of course. Sama-sama satu-satunya orang yang dekat dengan Holmes. Sama-sama penulis dan menuliskan petualangannya bersama Holmes. Tapi kalo Dr.Watson versi Jude Law lebih muda dan ganteng, dan juga bisa memarahi Sherlock Holmes kalau terlalu lama mengurung diri di kamarnya. But Martin Freeman also make a hell of a Dr.Watson. Oh ya, kalo di film dan di novel, Holmes dan Dr.Watson saling memanggil surname, tapi kalau di series mereka memakai first name.

Dan yang paling oke, Sherlock Holmes-nya. I think Benedict Cumberbatch portrayed Sherlock Holmes really well. Karena aku pernah nonton yang versi film maka mau ga mau pasting ngebanding-bandingin yaahh hehe. Over all, baik Robert Downey Jr dan Benedict Cumberbatch sama-sama bisa menggambarkan Sherlock Holmes di buku yang a very good violist, eccentric, genius, but untidy, arrogant, narcissist, loner, and his lack of ability to build a relationship with another person. Kalo di Sherlock series, si Sherlock Holmes-nya sering bertindak seenaknya dan lebih ngeselin daripada yang di film maupun di novel, bahkan terhadap Mrs. Hudson. Sedangkan kalau di novel, Holmes diceritakan always acted like a gentleman when it came to deal with women.

Terus mereka juga digambarkan sama-sama punya kebiasaan buruk seperti latihan menembak di dinding rumah, senang melakukan percobaan-percobaan kimia di flat, dan stres jika tidak memiliki kasus untuk dipecahkan. Kalo di series, Holmes memakai nicotine patch untuk mengatasi ketergantungannya pada nikotin, sedangkan kalau di novel, selain sering menggunakan pipa rokok, Holmes digambarkan sebagai pengguna obat-obatan terutama kalo sedang sepi kasus.

Walaupun secara garis besar Sherlock Holmes versi Benedict Cumberbatch dan Robert Downey Jr mirip, tapi aku merasa there's something different between them. Kalau Sherlock Holmes versi Robert Downey Jr adalah versi bad boy-nya sedangkan Benedict Cumberbatch adalah versi yang lebih nerd dan dorky. Daaaaaaann dari awal Holmes muncul di episode pertama Study In Pink, I can't help thinking kalau si Sherlock-nya Benedict Cumberbatch ini mengingatkanku pada seseorang. Guess who? He reminds me of Sheldon Cooper yang di Big Bang Theory!! Hahahahahahaa. Sifatnya yang seenaknya, suka memerintah orang lain, sering ngeselin, ihh bener-bener mirip Sheldon dah hahaha.

Nah sekarang mau lanjut namatin season 2! Yay!!

Tuesday, September 25, 2012

My Super Sweet Friends!!

Okay so I was on the wallet hunting mission. Budget-nya juga udah tersedia. Yah sebenernya ini adalah duit buat beli kacamata yang akhirnya aku abuse buat beli dompet huahaahahahha maap mamaaahh! Tapi udah bilang mama cihh, dan dibolehin kok disalurkan buat beli dompet hehehh.

Tapiiiii dasar akunya anak yang rewel dan pemilih yaahh, dari kemaren-kemaren kaga dapet-dapet dompet yang aku mau. Because I think wallet is something that will stick with you for a pretty long time, jadi aku gamau salah beli dompet dan nyesel. Ini pilih-pilih dompet apa pilih-pilih pacar yaaaa.

Dan sebenernya pun syarat dompet yang aku pingin juga ga banyak kok, aku bukannya pingin dompet dari kulit buaya atau gimana gitu. All that I want is dompet yang ga kaya dompet ibu-ibu gitu. Udah that's it. Tapi ga nemu aja lho.

Ehhh tak diduga tak dinyana, tadi waktu nemenin Dulce ke rumah pasiennya, tiba-tiba dia nanya, "Nooon, aku punya sesuatu buat kamu lhoooooohh!" sambil nyengir. Aku bengong. Apa yah. Ahh, kayanya si serum rambutku yang ketinggalan di rumah Della kali nih. Terus Della ngeluarin bungkusan abu-abu dan nyuruh buka. Dan ternyata isinya dompet yang cakeeeeeeeppp bangetttt hihihihihii. Makaci Dulceeeeeee!!



Beberapa hari yang lalu si Dulce emang sempet ngeliat-liatin dompet, nanya-nanya pendapat gitu. Kirain mau beli dompet juga, ehh gataunya dibeliin buat akuuuu. Ihhhh cocwit banget yahh temen aku satu iniiiii hihii.

Terusan juga trackball blackberry sempet ngadat (setelah ketumpahan susu hahaha). Tadinya udah males banget mau ke WTC buat ganti trackball, tapi ternyata Dita mau nemenin ganti trackball hihihii. Padahal Surabaya lagi cerah dan panas bangetttt lhoo. Dan motor Dita sempet ga mau distarter. Tapi Dita bela-belain tetep nemeniiiiinn. Awwwwww cocwiiiitt. Terus jadinya sekalian mamam dan beli buah buat cemilan sehat dikosan.

Ahhh jadi inget dulu pernah sakit, mual-mual sampe muntah, dibawain obat sama Dita. Terus cacingan (yes, cacingan! hahahahaa) juga dibawain obat sama Dita. Terus waktu maag, alergi kumat juga Dita nganterin ke dokter. Awwwwww cocwiiitt. Della juga pernah deh nganter ke dokter. Inka juga pernah nganterin ke dokter. Dibeliin makan sama mereka juga seriiiing! Ahh macem-macem banget dehh, sampe ga inget. Ihhh temen-temen aku cocwit semua yaaaaaahhh.

Alhamdulilaaaaaaahhh banget-bangetan dikasi temen-temen yang jempolan!! Walaupun ada lah kita berantemnya, ga enakan, ga ngomong. That's normal, I guess. Malah aneh kalo temenan tapi ga pernah berantem. Menurutku salah satu tanda kita udah deket sama orang adalah kalo kita udah bisa berantem sama orang tersebut.

Hihihihihii alhamdulilah ya Allaahh :D

PS: Aku baru tau arti kata miapa dan ciyus hahahaha ketinggalan jaman deh.

PS 2: I miss rainy days! Ayo dong sesekali hujan gituu huhuuhuhuu.

Tuesday, September 18, 2012

Hitokiri Battosai

Baru aja ga sengaja liat link ini.


Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa aku kan dulu suka banget sama Kenshin. Aku inget banget aku dulu sedih banget waktu dulu ada episode dimana Kenshin-nya mati (waktu bertarung sama Shishio apa ya, lupa deh), itu anak-anak cowok juga pada ngomongin. Eh besokannya hidup lagiiii hahahahah kaya sinetron ya. Lalu aku juga suka episode waktu Kenshin harus bikin pedang bermata terbalik yang baru karena pedang yang lama patah. Aaaaahh jadi kangen pingin nonton lagii. Terus sekarang dibikin live action-nya aja lhoo. Tapi gitu aku liat trailernya, hmmmm kok Kenshin-nya lebih cakep yang di animasinya yaaaah hahahahaha. Jadi ga pingin liat haha. Tapi pemeran Kaori-nya cantik kok, kawai ala cewek Jepang.

Oh ya terus yang jadi Sanosuke Sagara juga kurang ganteng, sayang sekali. And one more thing. Kalo dipikir-pikir Kenshin itu agak mirip Jason Bourne yah. Sama-sama pembunuh bayaran insaf hihihi.

Wednesday, September 12, 2012

Six In One

Okay. Random quick updates time.

1. Aku dulu, dulu banget, merasa aman-aman aja nulis apa aja di blog. I thought, elahh, siapa juga yang bakal baca. Lagian aku ngecurhat galaunya juga pake kode-kodean gitu hahah ABG banget dah. tapi ternyata ada aja lho beberapa orang, yang terlanjur tau alamat blogku, yang dengan iseng buka blog ini. Jarang banget sih orang yang tau dan kenal aku yang suka buka-buka blog ini. But still, I have to carefully filter everything I wanna write down on this blog, or even not write it at all for good measure.
So why don't I make this blog private, then? Or make an entirely new blog? No, can't do baby doll. I wanna interact with people. How could I possibly do that if I make this blog private? And I guess I'm just too attached to this blog. Kalo nyoba nulis di blog lain, jadi gabisa keketik gitu maunya aku nulis apa hahahh sugesti kayanya. Oh, well.

2. I read this a few days ago. And I can't help thinking that I don't entirely agree with her. I think that luck plays a part as big as hardwork does in life. Well, if it doesn't, then where do you think the utterance "life is not fair" came from? Luck (or maybe destiny, if you will) defines our life. From the very beginning.
Let me elaborate. Dari mulai kita lahir. Kapan kita lahir, dimana kita lahir, atau bagaimana keadaan kita saat lahir, semuanya berpengaruh besar. Kapan kita lahir itu akan sangat mempengaruhi lho. Perempuan yang dilahirkan sebelum era emansipasi wanita hidupnya akan lebih sengsara daripada wanita yang lahir pasca jaman emansipasi wanita. Orang yang lahir di jaman penjajahan hidupnya akan jauh berbeda dibanding orang yang hidup di jaman modern. Lalu, dimana kita lahir juga akan menentukan. Orang yang lahir di Iraq akan berbeda kehidupannya dengan orang yang lahir di New York. Orang yang lahir di tengah-tengah keluarga berkecukupan, kaya raya mungkin, akan punya hidup yang berbeda dengan orang yang lahir di keluarga miskin. Atau ada juga keluarga broken home, keluarga single parent, dan lain-lain. Dan yang ga kalah penting, bagaimana keadaan kita waktu lahir. Apakah dilahirkan sehat, cacat, membawa gen penyakit, gen kecerdasan, cantik, ganteng, biasa, atau mungkin ga cantik dan ga ganteng. Ini semua akan berpengaruh sangat besar kan.
Apalagi hidup di FKG yaa. Akan sangat terasa banget kalo hidup itu ga cuma ditentukan kerja keras belaka. Bisa aja mulai kliniknya bersamaan, dapet pasien bersamaan, kerjanya juga sama-sama keras, eh tapi lulusnya beda jauh. Bisa karena ternyata pasiennya ga kooperatif, akar giginya bengkok atau buntu, dapet dosen galak daaan macem-macem sebab lainnya.
I'm not saying that hardwork means nothing. Hardwork could change all those bad luck into something good. So maybe the point of all the mess above is that we must keep trying and working our ass off. Maybe. Well, I'm still 23. What do I know, rite?
Ampun, aku ngelantur nih. Jadi curhat malah hahhaaha.

3. Okay I know that I put Midnight's Children as the book I'm currently reading on Goodreads. And I am reading it. At least I'm trying to read it hahahah. It's not like the book is boring, but I'm just not in the mood. Bukunya so far sih menarik, tapi aku lagi pingin baca-baca yang ringan aja. Ringan disini maksudnya buku yang udah pernah aku baca, so I'd know what to expect and on what page the good parts are.

4. Aku masih belom pernah buka web gosip apapun semenjak skandal K.Stew kemaren. Ada yang bilang di premiere-nya Breaking Dawn Part 2 nanti Robert, Kristen, dan Taylor gaakan hadir. Ada yang bilang kalo akan tetep hadir. Ada yang bilang udah balikan, but I don't buy it. Well, the good side is I'm not really that sad anymore.

5. Hari ini aku tour de mall dehh. Berturut-turut Galaxy Mall - Tunjungan Plaza - Grand City. How could I possibly go into three different malls in one day? Well, leave it to Della. She's hunting shoes for her royal engagement and she dragged me with her hahahaha. It was fun, though.

6. Aku tadinya mau beli kacamata atau dompet. Atau dua-duanya hahah. Tapiiiii kemudian aku inget kalau buku barunya JK Rowling, The Casual Vacancy, akan terbit September ini! And it suddenly hit me how precious first editions can be! Aku aja kalo bisa, mau banget kok beli first edition-nya Harry Potter dari 1-7. Langsung lupa kalo mau beli dompet dan kacamata.
Tadi waktu di Grand City sekalian ngecek Gramedia buat pre order. Tapi mbak customer service-nya kurang bisa diandalkan jadinya ga jadi pre order. Nyampe kosan langsung browsing nyari tau bisa pre order dimana aja. Ternyata di Gramedia sebenernya bisa, tapi pre order buat yang versi hard cover harganya Rp345.900 aja doooong (harga normalnya Rp406.000). God, I've never been buy a book that expensive. Sementara di Amazon cuman $20,9. Ihh kan males mau mesen di Gramedia! Aku cek Periplus ternyata bisa pre order juga, tapi di website-nya ga mencantumkan harga. Ga hilang akal, aku telpon Inca yang lagi di GM, minta tolong tanyain ke Periplus. Ehh, ternyata di Periplus pre order hard cover-nya Rp300.000 saja, sodara-sodara! Langsung titip pre order ke Inca! Horeeeeeeeeeeeyyy! Ceneeeeng hihihihi.

Bisa-bisa Midnight's Children akan semakin ditinggal nih hahahah.

Thursday, September 6, 2012

The Bourne Legacy

Guess whaaat, aku baru dari nonton The Bourne Legacy!! Aaaaaaaaaaaaaakkk. Dari pagi waktu diklinik cerita kalo aku mau nonton The Bourne Legacy, orang-orang kompakan pada bilang, "Ih jelek itu, Non, filmnya. mending nonton yang lain aja." Gitu. Berhubung aku suka banget-bangetan sama trilogi  Bourne sebelomnya (favorit sih yang The Bourne Supremacy, of course hihi), dan aku juga gandrung banget sama si ganteng Jeremy Renner, ya maju tak gentar dong yahh. Teteplah berangkat nonton! Huh hahh!! Tapi dalem hati udah setting expectation low, biar ga kuciwa-kuciwa amat kalo ternyata emang beneran jelek filmnya. Yah, itung-itung cuci mata liat si ganteng hihii.

tweets.seraph.me

Film dimulai dengan tiga setting tempat yang berbeda. Pertama di markas CIA dimana para petingginya memutuskan untuk men-terminate program Outcome, kedua di Alaska dimana Aaron Cross (Jeremy Renner) sedang melakukan training sebagai kewajibannya menjadi anggota Outcome, ketiga di lab biokimia dimana Dr. Marta Shearing (Rachel Weisz) menjalankan penelitiannya.

Kurang lebih pada tiga puluh menit pertama film ini masih susah dimengerti. Mungkin akan ada banyak pertanyaan seperti siapa Jason Bourne, apa itu Treadstone atau Blackbriar, siapa Pamela Landy, ini ada apa kok orang-orang itu nyemilin pil biru-ijo, pil biru-ijo itu apaan sihh, dan macem-macem lainnya. Terutama buat orang yang belom pernah nonton trilogi Bourne sebelumnya, dijamin bingung. Aku aja yang udah lama ga nonton ulang, jadi agak lupa akhirannya Bourne Ultimatum dulu gimana.

Tapi begitu mulai dijelaskan apa sebenarnya pil biru-ijo tersebut, filmnya mulai bisa dinikmati. The Bourne Legacy menurutku masih sangat membawa ciri khas seperti trilogi sebelumnya, yaitu dimana agen pemerintah yang mengembangkan suatu program khusus yang diharapkan menjadi senjata baru, tapi malah program tersebut get out of control and force them to terminate it.

Aaron Cross, seperti Jason Bourne, merupakan anggota program rahasia CIA yang dianggap bahwa keberadaan mereka berbahaya dan akhirnya mereka malah diburu oleh CIA itu sendiri. Mereka sama-sama diburu dengan tracking devices masa kini milik CIA. Mereka juga sama-sama cerdik, jago dalam hand-to-hand combat (ahh, aku paling suka sama adegan perkelahian tangan kosong, kereeeen gilaaakk!), dan mampu meloloskan diri dari CIA biarpun dengan peralatan seadanya (kalo dibandingin sama James Bond). Kalau Jason itu versi cool-nya agen pembelot, mungkin Aaron ini versi badungnya yah hahaa.

Dinilai dari segi action-nya, The Bourne Legacy ini sih oke punyaaa! Banyak adegan berantem Jeremy Renner yang bak-buk-bak-buk hap hap hap ehh musuhnya udah pada tergeletak semua gituuu! Kereeen abiiss! Udah gitu doi ganteng banget kaaaann. Matanya biru gelap, badannya lean but not bulky, tangkas, cerdas, jago berantem. Aduuhh mamaaaaa, ga kuaaattt pokoknya! Ide ceritanya juga cukup menarik walaupun kalau menurutku harusnya ga perlu dibuat se-membingungkan itu di awal film.

Mungkin yang kurang cuma emosionalnya yah. Gaada adegan yang bikin trenyuh dan ikutan sedih. Apa? Ini kan film action bukan film drama? Eits, jangan salah. Film itu gaakan berarti kalau ga mampu memanipulasi emosi penonton. Kalo dibanding sama trilogi Bourne sebelumnya, terutama The Bourne Supremacy favoritku, sih masih kalah jauh yaa. Pas nonton The Bourne Supremacy aku bisa ikut terhanyut merasakan perasaannya Jason, his confusion and fear about his gory past, his anger and guilt because the murder of his girlfriend Marie, and also his great remorse for the people he killed. Itu sumpah mengena banget emosinya. Aku bahkan sempet nangis waktu nonton hahahah of course.

Tapi aku puas banget sama The Bourne Legacy!! Aku kasi bintang empat! Aaaaaaaaaa jadi kangen pingin nonton film Bourne sebelumnya nihh hihii.

Veronica Roth: Insurgent

Okay. So I've just finished reading Insurgent like an hour ago. I want to write a fresh review, you know, right after I finished reading the book. 

http://veronicarothbooks.blogspot.com/p/books.html

1. The Factions
Insurgent picked up exactly where Divergent left off. That's a little unusual than the book series I'd read. There's usually a time gap between the current book with its predecessor. And there's no recap about the previous story. So if you read Divergent the year before, then you're screwed hahahh.

I previously stated that I found the faction system is impossible. It's difficult to believe that there's even a chance for that kind of world to exist. You can't just divide the world's population into five categories and force people to fit into it. The faction system feels primitive to me. It might've been more believable if the time setting is in the past, you know, like when racism was still the ideology of the month.

Roth is obviously trying to rationalize and sell us the faction system but it's a really hard concept to sell. Believability is really important here because if you don't believe that the existence of this faction system is possible, then you'll be having a hard time to understand the story and sympathize with the character and the conflicts they're dealing with.

But maybe you'll get it over with and just swallow the story. Like I did, haha.

2. The Plot
If Divergent is felt more like Sky High, Insurgent is felt more like Mockingjay. I think. It mostly about Tris and Tobias traveled to another factions looking for allies, there's sometimes gun fights or some other war stuffs.

And Roth is also clearly trying to explore the depth of the relationship between Tris and Tobias. I don't know why but I don't think she succeeded because their relationship still doesn't rub off on me. I still feel plain. I don't see sparks flying when I read the romance part about them.

And the plot itself is confusing. It's intricate and there are lot of new characters you've gotta keep track and you're not sure which one to trust. And also there's this super top secret about what actually is there outside the fence. It's not the type of plot that would arouse your curiosity. It's the kind of plot that confuses you and makes you wanna scream," just tell me what the f is all that about!"

And the top secret Marcus's been holding from everyone all the time and he insisted on showing it rather than just telling it? Ugh I think the secret is kept that long just to make the readers keep on reading until the last page. And why would Marcus took all the trouble to show that secret when he could've just told it already?

3. The Super Secret
Okay I know this review is full of spoilers but this one I'm about to spill is kinda huge, so if you stumbled on this review but actually you still wanna read the book, maybe you should stop right here.

Oh. So you're staying. Have it your way, then. So the point of the faction system is somehow to purify the humanity because the world outside the fence is full of chaotic and destruction. I'm not really sure how that's gonna work. And when suddenly the acknowledgement rolled down I was like, "What the hell? You gotta be kidding me! Wait, really? Is that it?? God unbelievable!" Yeah. True story.

If someone asks me whether or not I'm gonna read the next book, well I'm gonna say yes. Because I've already come this far and I clearly have no choice but just to keep going! The third book will be released on the Fall 2013. Still there's much time the get over this disappointment!

Tuesday, September 4, 2012

The Days In Jakarta

Aku dari Jakarta lhooo yaaaayy!! Hahahahah.

1. The Departures
Jadi, hari Kamis malem berangkat dari rumah Della langsung ke Juanda, gitu nyampe langsung check-in, bayar airport tax dan dapet boarding pass. Ini dia, the very first boarding pass of my life hahahah!

The historic boarding pass
Berdasarkan jadwal sih boarding harusnya jam 21.55, tapiiiii ternyata delay aja dong dan baru boarding sekitar jam 11-an.

Waktu dipanggil dan diminta masuk pesawat, masih biasa aja, belom deg-degan. Sempet merhatiin layar sentuh di head rest seat dengan norak dan juga sempet salah masang seat belt tapi terus dibenerin Della hahahahh. Ini masi merasa excited dan ngobrol-ngobrol sama Della. Tapi itu semua berubah waktu pesawatnya mulai gerak.

Apalagi waktu pesawatnya mulai ngebut karena mau take off. Di kepala langsung terbayang episode demi episode Air Crash Investigation yang suka aku tonton di NatGeo. Disitu aku pernah denger kalau take off dan landing itu adalah saat-saat dimana pesawat paling rentan terhadap kecelakaan. Itu langsung rasanya kepikir ya Tuhaaaaaaan kenapa dulu Engkau biarkan aku nontonin Air Crash Investigation? Huhuhuhuhuuu. Jantung deg-degan dan langsung dalem hati baca doa.

Dan pesawatnya sedikit demi sedikit menjauh dari permukaan tanah. Ada sensasi kaya kalau naik elevator dan elevatornya turun, syuuuutt geli gitu diperut hihihii. Dan begitu pesawatnya udah terbang tinggi, jadi bisa liat kelap-kelip ribuan cahaya lampu-lampu dibawah, subhanallah baguuuuuuuusss banget! Langsung ilang semua deg-degannya!

Tapi gitu pesawatnya terbang lebih tinggi lagi, lampunya udah ga kelihatan huhuu. Tadinya aku mau nonton film aja selama perjalanan, tapi ternyata headset-nya kurang oke jadi suara filmnya ga kedengeran. Akhirnya nyerah, dan tiduuurrr hahahahaa.

2. The Days in Jakarta
Selama di Jakarta alhamdulilah menyenangkaaaan!! Berkat Della, Edgar, om-tante mama papa Della, dan juga bisa ketemu Inka dan Dita horeeeeeyy! Karena emang cuma tiga hari, jadi emang gabisa terlalu banyak kemana-mana.

Wisata kuliner cuman sempet nyicip nasi gore gila sama bakmi GM yang tenar itu. Dua-duanya enaakk! Terus cuma sempet main ke sebagian kecil mall di Jakarta, yaitu Plasa Senayan, Senayan City, sama Pondok Indah Mall. Dan berhubung mainnya barengan Della-Edgar, aku jadi diajakin nyoba duduk-duduk lucu, sempet nyoba di Union, Goods Diner, sama di Beer Garden. Nah, yang Goods Diner ini lucu. Jadi diatasnya Goods Diner (diatap gedungnya) ada tempat duduk-duduk lain, namanya Lucy In The Sky. Lucu yahh namanya, kaya judul lagu The Beatles deh. Sayang ga sempet liat-liat ke atas. Lain kali mungkin yaahh hehe.

Selain tour de mall, inti kegiatanku di Jakarta sih sebagian besar sebenernya ngintilin Della sama Edgar huahaahaha. Dan juga kondangan ke nikahan kakaknya Inca. Selain itu belom sempet kemana-mana lagii, kebentaran nih kayanya di Jakartanya.

Oh ya, kalau menurutku beda Jakarta sama Surabaya mungkin yang paling mencolok adalah lebar jalannya ahahaaha. Kalau di Jakarta, jalan rayanya bisa sampai beberapa ruas. Kalo di Surabaya kan palingan double way biasa doang. Dan aku juga belom sempet ngerasain macetnya Jakarta yang legendaris itu, yang katanya kalo udah macet, mobil bagaikan parkir rame-rame di tengah jalan, berenti total. Kemaren sih ga macet kok, paling pol cuman padat merayap doang. Kata orang-orang sih aku patut bersyukur ga ketemu macetnya Jakarta. Tapi kan aku kepingin taauuuu dan kepingin tidur di mobil yang lama (<-- orang yang hobi tidur di mobil hahahah).

Next time main ke Jakarta pinginnya bergaya turis. Aku pingin main ke tempat-tempat yang jadi icon Jakarta. Kaya misalnya orang yang pergi ke Prancis pasti pingin liat menara Eiffel atau Arc de Triomphe kaaan. Nah, kalo ke Jakarta aku juga mau lho main ke Monas, ke museum-museum yang tenar, ke Dufan, ke Taman Mini, nyobain TransJakarta, pokoknya melakukan kegiatan yang emang cuma ada di Jakarta. Eh, aku juga mau lhoo kalo ada yang ngajakin ke pasar buku Kwitang! Hahahahahaha.

Nanti deh kalau dikasi kesempatan lagi semoga bisa berpetualang di Jakarta tourist style!

3. The Adieu
Balik ke Jakarta Senin siang, kali ini naik Citilink berdua Dita dan ga delay, alhamdulilahh. Dan waktu mau boarding, dadah-dadahan sama Della, ehh tiba-tiba aku mewek aja dongs. I don't know why. Maybe because her engagement is really close now and I know I'm gonna miss her. Aku nyaris tiap hari bersama Della, hampir tiap malem bobo berdua, cediiihhhh tiba-tiba tidur sendirian lagiii. Ahh, apa mungkin akunya aja yang nangisan yahh hahahhahaa.

Karena naik penerbangan siang, jadi kali ini instead of liat lampu-lampu, aku jadi liat awan-awan gituuuuu. And I never know that clouds is much more beautiful if you're looking at it from above. Awan-awannya keliatan putih bangettt dan fluffy, cantiiiiiiik bangettt!

Dan landing-nya entah kenapa less grudukan daripada yang waktu naik Garuda. Yang kali ini landingnya lebih smooth. Nyampe Juanda, mampir AW dulu makan, mampir Amanda beli brownies, terus naik taxi pulang dehh.

Nyampe kosan dihadapkan dengan tumpukan baju kotor plus harus unpacking koper yang dari Jakarta. Aaaaaaaaaaa pura-pura ga liaaattt huahahahahahahah.

Monday, September 3, 2012

Divergent by Veronica Roth

Another reading mission is accomplished! Well, after I put aside my skeptical instinct. Sebenarnya udah selesai baca dari lama, tapi baru pingin nulis sekarang deh. Divergent by Veronica Roth.

http://divergentseries.net/

Here is why my skeptical instinct was on on mode when I was reading this book. The world is divided into five factions which each represents a virtue they must value. Abnegation (selfless), Candor (honesty), Amity (peace), Erudite (knowledge), and Dauntless (courage). And every member of the factions can't communicate or socialize with another faction's member. They're not even allowed to get too attached to their family if their own family comes from a different faction. Because their motto is Faction Before Blood. And the fact that Abnegation is only allowed to look at the mirror every three months. Or that Abnegation also discourage anything strictly for own-enjoyment. There are still a bunch of bullshits. And all those bullshits are ridiculous!

Tapi setelah bertahan baca sampe tengah, ternyata Divergent ini juga bercerita tentang pemberontakan terhadap sistem pemerintahan yang ga sehat ini. Yang membuat Divergent jadi mirip dan dibanding-bandingkan dengan The Hunger Games. Nah mari sekarang aku bandingkan hahaha.

1. Tema ceritanya mirip. Setting waktunya di masa depan dengan suatu sistem yang berbeda dengan kehidupan masa sekarang. Kalau di Divergent hampir semua tokohnya remaja. Hampir semua tokohnya masih teenager gitu. Padahal kan aneh kalau cuma ada remaja doang. Cuman orangtua Tris dan Four yang jelas-jelas orang dewasa di buku ini. Beda dengan The Hunger Games yang tokoh remajanya adalah tributes peserta Hunger Games itu sendiri. Hal ini membuat The Hunger Games terasa lebih real dibandingkan Divergent. Kalau Divergent itu mengingatkanku sama film Sky High, yang mana so high school.  Terus kalau The Hunger Games ada background story-nya bagaimana sejarah dimulainya Hunger Games itu. Sedangkan kalau Divergent kurang dijelaskan sejarah awal mula pembagian populasi berdasarkan factions itu tadi. Ini lagi-lagi membuat cerita Divergent terasa lemah.

2. Tokoh utamanya, Beatrice "Tris" Prior. Aku pribadi sih jauh lebih ngefans sama Katniss Everdeen yahh daripada sama Tris. Katniss ini bagaikan born to be a hero. Dia dari kecil berjuang menghidupi keluarganya. Katniss itu kuat, tegar dan penyayang. Kalau dibandingkan sama Katniss, Tris jadi terlihat seperti remaja galau masa kini gitu. Tris meninggalkan keluarganya untuk pindah ke faction yang dia inginkan. Tris (dan Dauntless lainnya) sering melakukan aksi-aksi yang membahayakan nyawa hanya untuk membuktikan kalau mereka memang pemberani. That is ridiculous. Because I agree with Four, there is a fine line between bravery and idiocy. Berani melakukan aksi-aksi berbahaya bukan berarti pemberani kan. Karena mengakui kelemahan dan kekurangan itu menurutku juga pemberani. Mengakui kesalahan dan minta maaf juga pemberani. And just like Four said, a brave man acknowledges the strength of others.
Sedangkan kalau Katniss, dia melakukan hal-hal berbahaya karena terpaksa untuk mempertahankan diri dan juga melindungi Peeta. Yah intinya menurutku sih si Tris ini masih ingusan banget lah kalau dibanding Katniss hihi.

3. The romance. Disini kan Tris jatuh hati sama Four, seorang initiation instructor. Yahh, kaya anak kelas satu SMA yang suka sama kakak kelasnya yang kapten basket gitu dehh. Nah, ini yang membuat hubungan Tris dan Four terasa lemah. Hubungan mereka berdua menurutku kurang banget dieksplor jadi terasa datar. Adegan romance-nya juga biasa aja, nothing special. Beda banget kalau dibanding sama Peeta dan Katniss yang bisa bikin orang berseru aawwwww. Gituuu hahaha. Aku aja tiap kali baca ulang trilogi The Hunger Games selalu suka baca bagian romance Peeta sama Katniss, itu aww moments banget dehh hihii.

Tiga hal itu aja sik yang mau aku bandingin. Yang lainnya males ahhh hahahahahaa. Yah intinya kalau menurutku baca Divergent itu bagaikan baca teenlit kalau dibandingkan dengan The Hunger Games. Nah sekarang lagi siap-siap baca lanjutan bukunya, yaitu Insurgent! Yeahhh.